Backpackers Sekatenan
Almanak merah maulid nabi yang lalu, tanpa rencana apapun saya mengiyakan saja ajakan teman sekelas saya untuk backpacker-an lihat Sekatenan. Naik kereta menempuh jarak yang jauh merupakan hal yang baru, apalagi perjalanan panjang Jakarta-Yogya. Jumatnya, setelah sholat jumat di Masjid Kauman Keraton Yogya, kita naik Trans Jogja dari malioboro menuju Candi Prambanan. Kira-kira 1 jam perjalanan, melewati Bandara Adi Soecipto, sampailah di daerah Prambanan. Masuk ke dalam kompleks candi, saya dan kawan-kawan memilih naik andong. Andongnya beda sama yang di Monas, Bogor, ataupun kampung saya di Padang, wwew seru juga naik andongnya.
Masuk kompleks candi dan melewati pintu masuk, saya bertugas membeli tiket. Dan sesi foto-foto pun dimulai, dari posisi depan kompleks Prambanan, saya menemukan semacam batu yang disediakan untuk menaruh kamera, sehingga saya dan kawan-kawan bisa berfoto bersama. Jadi, lumayan daripada enggak, gara-gara pada g bawa tripod kamera sih.
Masuk kompleks candi berputar-putar, masuk candi-candi yang masih bisa dinaiki, karena beberapa diantaranya termasuk candi terbesar, masih dalam perbaikan akibat gempa Yogya beberapa tahun lalu. Nama candi disesuaikan dengan patung dewa yang ada di dalam candi, seperti candi Siwa, ya di dalamnya ada patung Dewa Siwa, dan yang terbesar, ya Roro Jonggrang yang menjadi inti cerita legenda dibangunnya Candi Prambanan ini. Di beberapa bagian candi yang telah diperbaiki pun masih jelas sisa perbaikan dan perbedaan batu candinya. Jadilah kita seharian itu tukang foto dan model. Selain turis lokal, orang Jepang dan (sepertinya) orang Thailand dan Kamboja banyak datang ke Prambanan. Bagi saya, jalan-jalan ke candi ini merupakan hal baru.
Selain candi, di kompleks juga terdapat pusat kesenian yang setiap malam ada pertunjukkan seni tradisional. Sayang, malam ini tidak ada Opera Rama Shinta yang terkenal itu. Peradaban Hindu ini menyisakan banyak candi yang tidak dapat dibentuk lagi dan mungkin memang ada 1000 candi, namun yang masih bisa disusun dan berdiri hanya beberapa saja.
Masuk kompleks candi dan melewati pintu masuk, saya bertugas membeli tiket. Dan sesi foto-foto pun dimulai, dari posisi depan kompleks Prambanan, saya menemukan semacam batu yang disediakan untuk menaruh kamera, sehingga saya dan kawan-kawan bisa berfoto bersama. Jadi, lumayan daripada enggak, gara-gara pada g bawa tripod kamera sih.
Masuk kompleks candi berputar-putar, masuk candi-candi yang masih bisa dinaiki, karena beberapa diantaranya termasuk candi terbesar, masih dalam perbaikan akibat gempa Yogya beberapa tahun lalu. Nama candi disesuaikan dengan patung dewa yang ada di dalam candi, seperti candi Siwa, ya di dalamnya ada patung Dewa Siwa, dan yang terbesar, ya Roro Jonggrang yang menjadi inti cerita legenda dibangunnya Candi Prambanan ini. Di beberapa bagian candi yang telah diperbaiki pun masih jelas sisa perbaikan dan perbedaan batu candinya. Jadilah kita seharian itu tukang foto dan model. Selain turis lokal, orang Jepang dan (sepertinya) orang Thailand dan Kamboja banyak datang ke Prambanan. Bagi saya, jalan-jalan ke candi ini merupakan hal baru.
Selain candi, di kompleks juga terdapat pusat kesenian yang setiap malam ada pertunjukkan seni tradisional. Sayang, malam ini tidak ada Opera Rama Shinta yang terkenal itu. Peradaban Hindu ini menyisakan banyak candi yang tidak dapat dibentuk lagi dan mungkin memang ada 1000 candi, namun yang masih bisa disusun dan berdiri hanya beberapa saja.
Comments
Post a Comment